Di akhir pekan ini, Partai Demokrat akan melaksanakan kongres ketiga. Seperti halnya kongres nasional partai lain, salah satu agenda yang menjadi perhatian utama adalah siapa yang akan menjadi ketua umum baru.
Proses dan hasil dari pemilihan ketua umum yang baru dapat dijadikan barometer bagi sentralitas SBY di Partai Demokrat saat ini. Paling sedikit ada tiga hal yang menjadi perhatian bagi SBY. Pertama, SBY sepertinya sudah dianggap memberikan sinyal siapa yang dia inginkan untuk menjadi pengganti Hadi Utomo meski tidak secara terbuka. Tentu, ia pasti menginginkan calonnya terpilih. Kedua, SBY berkepentingan agar pemilihan ketua umum yang baru tidak berujung pada konflik internal yang berkepanjangan dan membuat Partai Demokrat terpecah-belah. Ketiga, sejalan dengan pidatonya di World Movement for Democracy Forum, SBY berharap faktor money politics paling tidak dapat diminimalkan.
Politik Restu
Merapatnya Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas dan hampir semua menteri KIB II dari Partai Demokrat ke kubu Andi Mallarangeng dianggap sebagai sinyal bahwa SBY mendukung Andi. Namun, seperti layaknya seorang politisi andal, SBY tak secara langsung dan terbuka mengatakan siapa yang menjadi “jagoan”-nya. SBY sudah secara jelas menyampaikan ia menginginkan persaingan merebut posisi ketua umum berlangsung demokratis. Dengan demikian, pemberian restu secara terbuka kepada calon tertentu akan menunjukkan inkonsistensi dirinya.
Selain itu, dengan sistem pemilihan tertutup, perwakilan dari DPC-DPC dapat memilih secara lebih bebas. Jika SBY mendukung secara terbuka calon tertentu dan ternyata calon yang didukungnya mengalami kekalahan atau bahkan mengalami perlawanan yang ketat, hal ini akan menurunkan kredibilitas dan legitimasinya sebagai tokoh sentral di Partai Demokrat.
Tanda-tanda bahwa ada tendensi SBY mendukung Andi rasanya sulit dibantah. Apalagi fakta menunjukkan, di tengah banyaknya tudingan bahwa SBY memberikan restu kepada Andi, tidak ada satu bantahan pun keluar dari SBY maupun orang-orang dekatnya. Kabar burung adanya beberapa pengusaha yang dekat SBY dan juga mendukung Andi seperti memperkuat asumsi di atas.
Pemilihan secara tertutup, kuatnya akar historis, serta panjangnya rekam jejak partai dari pesaing-pesaing Andi membuka kemungkinan bahwa persaingan di Kongres nanti tidak semudah yang diperkirakan banyak kalangan. Jika memang SBY masih merupakan tokoh paling sentral yang arahannya tidak dapat digugat sama sekali, dapat dipastikan Andi akan menang telak atau bahkan secara aklamasi. Sementara itu, pemungutan suara yang berlangsung ketat dapat dimaknai sebagai adanya tingkat independensi para kader di daerah maupun di pusat terhadap pengaruh keluarga SBY.
Konflik Pascakongres?
Ketua umum Partai Demokrat bukanlah posisi sembarangan mengingat partai ini merupakan partai terbesar di Indonesia saat ini. Keberhasilannya meningkatkan perolehan suara sampai tiga kali lipat dari pemilu 2004 ke pemilu 2009, terlepas dari faktor SBY, bukanlah keberhasilan yang dapat dipandang sebelah mata.
Selain itu, Partai Demokrat dianggap sebagai salah satu partai yang diharapkan dapat mengembalikan identitas nasionalisme Indonesia yang murni serta dianggap memiliki kapasitas programatik yang relatif lebih menarik dibandingkan partai-partai lain.
Dengan basis pemilih yang sebarannya bersifat nasional dan masih tingginya ekspektasi publik terhadap partai ini, posisi ketua umum menjadi posisi politik yang sangat menarik bagi politisi manapun. Demikian menariknya posisi ini, persaingan menjadi yang keras, panas, bahkan berpotensi melahirkan konflik berkepanjangan.
Sekeras apapun para calon berusaha menutupi persaingan keras dan konflik di antara mereka, pernyataan-pernyataan di media yang dilontarkan oleh anggota-anggota tim kampanye masing-masing menunjukkan dengan jelas bahwa suhu politik internal Partai Demokrat terus memanas. Misalnya, belum lama ini ada tuduhan dari kubu Andi bahwa tim kampanye dua kandidat lain melakukan politik karantina dan politik uang. Kemudian, Hayono Isman, salah satu tokoh politisi senior di Partai Demokrat secara frontal menyatakan kinerja Anas dan Maruzuki di DPR jauh dari memuaskan sehingga tidak layak menjadi Ketua Umum Demokrat.
Ini ujian penting bagi SBY: apakah ia mampu menjaga agar persaingan keras antar calon tidak berlanjut pascakongres dan tidak berujung pada keluarnya tokoh-tokoh kunci. Jika benar ia adalah tokoh sentral dan merupakan aset politik penting bagi siapa pun di Demokrat, sudah pasti SBY akan mampu mempengaruhi para calon untuk tidak terlibat dalam konflik berkepanjangan.
Politik Uang
Belajar dari pengalaman partai-partai politik lain, politik uang yang eksplisit dapat menimbulkan konflik berkepanjangan pascapemilihan ketua umum baru. Apalagi jika sang ketua umum tidak mempunyai kapasitas finansial memadai untuk mempertahankan dukungannya pascakongres dan tidak memiliki akar kuat di partai.
Sementara itu, politik uang dalam jumlah besar akan mempersulit konsolidasi partai mengingat siapa pun yang kalah akan sulit menerima kekalahannya. Pertama, karena ia sudah menghamburkan sumber daya finansial yang besar dan, kedua, karena merebak anggapan bahwa ia kalah karena uang. Cacat politik uang dalam Kongres juga sudah pasti menurunkan citra Partai Demokrat yang dianggap sebagai salah satu partai yang relatif lebih bersih dibandingkan partai-partai lain.
Dalam World Movement for Democracy Forum yang keenam, SBY secara gamblang menyebut politik uang merupakan tantangan terbesar bagi demokrasi sekarang dan dapat merusak sendi-sendi demokrasi jika tidak dicegah. Menurutnya, demokrasi yang sarat politik uang akan menghasilkan pemerintahan yang hanya melayani segelintir orang.
Tentu, sebagai politisi yang sarat pengalaman, SBY adalah seorang yang realistis. Ia sadar bahwa tidak mungkin dapat menghilangkan politik uang sama sekali, apalagi politik uang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk yang lebih halus. Namun, SBY berkepentingan menjaga citra dan soliditas partainya. Karena itu, ia pasti berharap agar praktik-praktik politik uang diminimalkan dan tidak dilakukan secara gamblang sehingga menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Keberhasilan Partai Demokrat mengisolasi dan meminimalisir praktik politik uang dalam pemilihan Ketua umum mendatang dapat dijadikan ukuran seberapa mampu SBY mengontrol para kader.
Meski sudah dianggap harga mati bahwa SBY memegang segala kunci keputusan di Partai Demokrat, hanya waktu yang dapat menjawab. Yang pasti, tidak seorang pun dapat selamanya menjadi tokoh kunci sebuah partai politik yang sifatnya sangat dinamis. Kongres III ini dapat dianggap sebagai ujian dan pembuktian seberapa jauh Partai Demokrat sudah mampu independen dan tidak melulu bergantung pada figur seorang SBY dan masih seberapa kuat pengaruh ketokohan seorang SBY.
as-sa'aty
Sabtu, 22 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar